Seluma – Akhir-akhir ini lembaga Badan Musyawarah Adat ( BMA ) Seluma, menjadi topik unggulan dalam obrolan dan perdebatan hangat dikalangan Aktivis Muda Kabupaten Seluma saat berjumpa, Banyak hal yang dibahas oleh beberapa aktivis mudah Seluma saat berjumpa terkait dengan Undang-undang Adat tersebut, tetapi topik yang mengundang reaksi lebih dan mendapat perhatian khusus terdapat pada saat membahas Kategori denda Adat dan berapa denda Adat yang seharusnya dibayar. Jum’at ( 07/5/2021 )

Karena masih penasaran akan hal yang di perdebatkan tersebut, Awak Media pensiljurnalis.my.id langsung menanyakan kepada Syamsir Ardi Mantan Ketua BMA Seluma berakhir pada akhir 2018. dalam sesi wawancara tersebut mantan Nahkoda BMA Seluma dua periode itu banyak memaparkan tentang undang-undang ( UU ) adat dan sekaligus mengeluarkan buku panduan UU tersebut yang berjudul ” Koempoelan Oendang Oendang Adat Lembaga Dari Sembilan Onderafdeelingen Dalam Gewest Bengkoelen ” yang disahkan ddo. 7 November 1911 No. 444

” Adat besanding sarak, sarak besandingan kitabullah, yang bermakna hukum negara dan hukum agama sama dengan hukum adat, hukum negara masih berdasarkan hukum adat, jadi berdasarkan perumpamaan diatas hukum adat itu sangat jelas kedudukannya, makanya terkadang hukum yang berurusan dengan adat ketika di laporkan dengan pihak Kepolisian, itu dikembalikan ke desa atau pemangku adat, karena Polisi tidak bisa menerapkan denda adat, kalau sudah tidak bisa diselesaikan secara adat baruh nanti ada surat dari desa, setelah itu baru bisa ditindak lanjuti pihak Kepolisian ” Katanya
Selanjutnya Pemuka Adat Seluma yang akrab dengan sapaan ( Ujang Unjuk ) itu menyampaikan, UU Adat itu ada dua macam, UU Adat tersirat dan UU Adat tersurat