pensiljurnalis.my.id, Seluma -Warga Desa Pasar Talo, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, Kamis (21/8) sekira pukul 09:00 Wib ramai-ramai mendatangi kantor desa Pasar Talo.
Kehadiran warga ke kantor desa tersebut, selain menghadiri rapat pembahasan program ketahanan pangan ternak sapi yang dikelola oleh BUMDes Maju Bersama, juga menyampaikan protes serta menolak penyerahan sapi yang sudah dibeli oleh pengurus BUMDes.
Dikatakan Samsul Bahri, penolakan tersebut dilakukan warga Pasar Talo, lantaran baik dari segi ukuran, usia, maupun kondisi fisik, sapi yang dibeli oleh pengurus BuMDes tidak sesuai, bahkan sapi yang dibeli juga bukan bibit unggul dan diduga dibeli sembarangan demi meraup untung.
Menurutnya, lebih parahnya lagi, sapi yang baru dibeli oleh pengurus BUMDes Maju Bersama sebagai pengelola program ketahanan pangan desa Pasar Talo itu, baru beberapa hari tiba di kandang bahkan sudah ada yang mati.
”warga Desa Pasar Talo ini tidak terlalu awam dalam urusan jual beli sapi, tentu kami mengetahui berapa perkiraan harga tertinggi dan termurah sapi yang sudah ada di penangkaran yang dikelola oleh pengurus BUMDes,” tukasnya.
Dikatakannya, kekecewaan warga memuncak setelah melakukan kroscek ke kandang sapi program ketahanan pangan yang dikelola oleh BUMDes Maju Bersama, karena sapi-sapi tersebut, baik dari segi ukuran, usia, maupun kondisi fisik tidak sesuai.
”program ketahanan pangan ini, salah satu program unggulan, kalau demikian sudah pasti warga kecewa, Kami menduga ada upaya akal-akalan pengurus BUMDes untuk menghabiskan anggaran,” tegasnya.
Ditempat terpisah, salah satu Anggota BPD Desa Pasar Talo, yang diketahui bernama Zon, melalui sambungan telpon membenarkan adanya pertemuan dikantor desa untuk membahas persoalan tersebut.
”tadi banyak yang hadir, warga menolak sapi yang berjumlah delapan (8) ekor yang akan diserahkan oleh pengurus BUMDes,” singkatnya.
Dirinya berharap persoalan ini segera dapat diselesaikan, jika dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dana desa.
“Program ini berasal dari Dana Desa sebesar 20% untuk ketahanan pangan. Jumlah itu besar. Jika tidak diawasi oleh BPD dan Pemerintah Desa, yang menikmati hanya segelintir orang, bukan rakyat,” tambahnya.















